Tak Juga Bertemu Jodoh, Mungkin Ini Alasannya
“Di saat hati telah merasa siap untuk menikah,
namun belum jua Allah pertemukan dengan jodohnya, sedangkan waktu terus
bergulir menambah usia, inilah saatnya untuk bermuhasabah; sudahkah
diri sebenar ‘layak’ di mata Allah untuk menyempurnakan separuh agama?” –Fu
Tangis! Jengah! Bosan! Iri! Putus Asa!
Beberapa hal itu banyak dikeluhkan oleh muslimah yg mencurahkan isi
hatinya pada saya, akan harapannya untuk menikah. Terutama bagi mereka
yang merasa usia sudah tak lagi muda, atau jua mereka yang memang sudah
merasa butuh untuk menikah.
Sedih rasanya, di satu sisi banyak akhwat muslimah yang menjaga diri
baik-baik dan telah siap menikah, namun ternyata harus menelan
kekecewaan karena tak juga bertemu dengan kriteria pasangan yang tepat.
Di sisi lain, ada juga mereka yang sudah memiliki calon pasangan bahkan
ada juga yang menempuh jalur pacaran, namun masih saja banyak alasan dan
hambatan untuk menghalalkannya. Namun kali ini, yang akan saya bahas adalah yang pertama, ‘kenapa diri yangsudah siap menikah namun tak jua bertemu dengan jodohnya?”
Banyak hal yang bisa menjadi faktor penghambat alias “Hijab” antara diri kita dan jodoh
kita, yang menjadi penghambat kita untuk segera menyempurnakan separuh
agama. Semuanya pernah saya alami saat saya belum jua bertemu dengan
jodoh saya. Hingga akhirnya saya ikhtiarkan beberapa poin di bawah ini,
agar tak menghambat saya untuk segera bertemu jodoh saat itu :
Sudah benarkah “Niat Menikah” kita?
Banyak yang merasa sudah siap menikah, karena ingin ibadah, ingin
segera menyempurnakan separuh agama, ingin dekat dengan Allah dll. Tapi
benarkah ‘alasan’ itu yang ada dalam sanubari terdalam? Tidakkah niat
menikah karena faktor external; ingin kabur dari rumah karena tak betah
dengan orangtua, karena cemoohan orang lain, iri hati pada yang lain,
kebosanan hidup sendiri, dll? Hati itu seonggok daging yang hanya diri
kita dan Allah yang tahu, sesekali selamilah kedalamannya, tanyakan pada
hati kita, benarkah “Allah” sudah mendominasi posisi dalam niatan hati
kita untuk menikah? Kalau belum, pantaskah menghujat Allah yang masih
menghijabi jodoh dan kita?
Sudah benarkah “Ikhtiar Menjemput Jodoh” kita?
Bila menikah adalah urusan ibadah, urusan antara kita dan Tuhan kita,
sudah selayaknya dilakukan dengan cara-cara yang disukai Allah.
Pacaran? Cinta
dalam hati? Tarik Ulur dengan dalih ‘seleksi’ setiap yang hadir? Atau
menunggu tanpa ada ikhtiar sama sekali. Allah tahu setiap inchi yang
kita lakukan, Allah tahu setiap hasrat hati yang terbersit meski
sedetik, Allah tahu seberapa buruk isi hati kita. masihkah perlu
ditambah dengan ikhtiar nyata yang jelas-jelas membuat-Nya murka? Boleh
jadi itulah yang masih menghijabi antara kita dan jodoh kita, karena
kita masih ‘menduakan-Nya’, dengan perasaan-perasaan tak seharusnya,
dengan ikhtiar-ikhtiar yang tak disukai-Nya. Meminta hal yang ‘sesakral’
pernikahan
pada Allah, namun tak diimbangi kewajiban untuk ‘menyenangkan’ Allah;
sholat sunnah belum dirutinkan, puasa sunnah juga msih malas-malasan,
sedekah juga yang masih enggan. Pantaskah bila Allah masih menghijabi
antara kita dan jodoh kita?
Sudah benarkah “Frekuensi” kita dan jodoh kita?
Allah berfirman dalam kitab-Nya bahwa yang baik untuk yang baik,
begitu pula sebaliknya. Namun bagaimanapun kita juga harus memiliki
kriteria spesifik, mau yang seperti apa jodoh kita? Dan usaha untuk
mendapatkan kriteria yang diinginkan itu akan menuntut kita untuk
‘menjadi seperti itu lebih dulu’. Ya, karena jodoh itu adalah cermin.
Kita harus satu frekuensi dengan jodoh kita, boleh jadi belum ketemu
karena salah satu diantaranya memang belum satu frekuensi; yang satu
sudah baik namun satu lagi belum. Boleh jadi juga amalan-amalan kita
telah membuat frekuensi yang seharusnya sudah setara malah melenceng;
kita yang masih merasa sombong, terlalu pemilih namun tak berkaca diri,
terlalu mencintai dunia hingga lupa
akhirat Allah, terlalu sibuk mengurus emosi-emosi diri yang tidak
begitu penting. Di saat meminta jodoh pada Allah, spesifiklah tentang
kriterianya, agar Allah tahu seberapa pantas dirimu untuk jodohmu, dan
agar Allah juga membimbingmu untuk semakin pantas dengannya di hadapan
Allah.
Sudah bersihkah “Jiwa dan diri” kita untuk menerima jodoh kita?
Pernikahan adalah peristiwa yang suci. Seperti ibadah lainnya semisal
sholat, kita dianjurkan untuk bersuci terlebih dahulu, tidak sah
sholatnya bila kita belum bersuci dari hadats besar dan kecil. Nah,
begitu pula dengan menikah. Untuk menujunya kita harus benar-benar
membuang energi
negative yang selama ini meliputi jiwa dan diri kita; trauma masa lalu,
dendam yang belum termaafkan, konflik dengan orang tua, penyesalan akan
takdir yang tak memihak, dll. Semua itu biasanya disepelekan karena
kita cenderung fokus bagaimana caranya bisa bertemu dengan ‘jodoh’ kita,
fokus pada sosok jodoh yang kita harapkan. Sampai terlupa bahwa banyak
hal-hal dalam diri kita sendiri yang belum terselesaikan. Sebelum Allah
pertemukan, kita seharusnya telah bersih dari segala energi negative
tadi; telah memaafkan orang yang pernah menyakiti hati kita, telah
mendapat ridha dari orang tua dan keluarga, terutama telah berdamai
dengan diri kita sendiri dengan menerima, mensyukuri dan maafkan segala
yang terjadi dalam skenario kehidupan kita. Belum berdamai dengan diri sendiri mengakibatkan kita terhijabi dengan jodoh kita sendiri.
Saat semua poin tersebut SUDAH dilakukan, kita tinggal menanti cap
“LAYAK” yang Allah berikan agar kita segera menikah. Karena saat Allah
telah Ridha, tak ada satupun yang mampu menghalangi kehendak-Nya.
Selamat bersabar khususnya untukmu para muslimah. Bilapun segala ikhtiar
telah dilakukan, janganlah pernah merasa jengah dan bosan, kebahagiaan
yang Allah janjikan jauh lebih memesona dibanding ratapan kita yang tak
seberapa. Saat Allah masih menunda pertemuan kita dan jodoh kita,
berbaik sangkalah bahwa Dia
begitu mencintai kita, dengan memberi kita waktu untuk memperbaiki diri
lebih baik lagi. Allah menyayangi kita semua, meski terkadang cara Dia menyayangi masing-masing kita selalu berbeda, namun memang begitulah, cara Allah yang istimewa.
“Fashbir shabran jamiilan. Maka bersabarlah kamu dengan kesabaran
yang baik. Allah selalu menghadirkan segala sesuatu indah pada
waktunya, yakinilah dengan Bismillah.”